21 Rechtvaardigingsgrond artinya Pembenar menurut hukum ;
22 Civil liability artinya pertanggung jawaban perdata ;
23 Compensation, indemnification artinya Tuntutan ganti rugi ;
24 Injury damage artinya wanprestasi ;
25 The supreme law of the land artinya konstitusi sebagai hukum
Tertinggi ;
26 Law making artinya Hukum perlu di bangun ;
27 Judicial review artinya Sejarah pengujian ;
28 Counsel constitutionnel artinya Dewan konstitusional ;
29 Constitutionnel Arbitrage artinya Arbitrase konstitusional ;
30 Court of justice artinya Pengadilan keadilan ;
31 Independence and impartiality of judiciary artinya Prinsip
peradilan bebas dan tidak memihak ;
32 Rechtsstaat artinya Negara hokum ;
33 Administrative rechtspraak artinya Peradilan Tata Usaha Negara
34 GRASI
·
Dasar hukum Grasi ini diatur dalam pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945 yang kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2002 tentang Grasi. Grasi merupakan kewenangan Presiden untuk memberikan pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana.
Jika seseorang telah diputuskan bersalah melakukan tindak pidana dan
putusan pengadilan tersebut telah berkekuatan hukum tetap maka
terpidana atau melalui keluarganya dapat mengajukan permohonan grasi
kepada Presiden. Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi
adalah pidana mati, penjara seumur hidup, penjara paling rendah 2 (dua) tahun.
· Grasi atau pengampunan ini berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana dan tidak perlu mempertimbangkan pendapat DPR, cukup mempertimbangkan pendapat tertulis dari Mahkamah Agung saja. (pasal 4 UU No 22 Tahun 2002) Upaya hukum grasi ini bisa ditempuh setelah pelaku kejahatan diadili.
35. AMNESTI dan ABOLISI
·
Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat” (sesuai dengan perubahan yang pertama)
Penjabaran mengenai Amnesti dan Abolisi ini dapat ditemukan dalam Undang-Undang darurat No. 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi yang dibuat untuk menyesuaikan antara pasal 107 ayat (3) Undang-Undang Dasar Sementara RI. Dengan Penetapan Presiden No 14 tahun 1949 tentang pemberian amnesti. Dalam pasal 1 UUdrt. No 11 Tahun 1954 disebutkan bahwa Presiden atas kepentingan Negara, dapat memberikan amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang telah melakukan tindak pidana. Presiden memberi amnesti dan abolisi ini setelah mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung yang menyampaikan nasihat itu atas permintaan Menteri Kehakiman.
Aturan ini tentu sudah harus di revisi kembali karena berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (perubahan bertama), dalam memberikan amnesti dan abolisi, Presiden harus terlebih dahulu memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Perbedaan antara amnesti dengan abolisi adalah :
Amnesti merupakan penghapusan segala akibat dari hukum dari tindak pidana yang telah dilakukan seseorang, sedangkan abolisi adalah peniadaan penuntutan terhadap orang-orang yang melakukan tindak pidana.
· Amnesti merupakan penghapusan segala akibat dari hukum dari tindak pidana yang telah dilakukan seseorang, sedangkan abolisi adalah peniadaan penuntutan terhadap orang-orang yang melakukan tindak pidana. (tindakan ini harus berdasarkan dari nasihat tertulis dari Mahkamah Agung dan mempertimbangkan pendapat DPR) Tindakan ini terjadi sebelum si pelaku diadili di pengadilan.
36. asas volenti non fit injuria, untuk sesuatu yang dijalankan, resikonya sudah diperhitungkan.
37. asas res ipsa loquitur , suatu kesalahan/kelalaian yang sudah sedemikian jelasnya, sehingga orang awam pun tahu bahwa telah terjadi kesalahan/kelalaian (the thing speaks for itself).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar