Proses pengajuan perceraian di pengadilan :
- Pengadilan Agama ( Umat muslim )
Pengadilan Agama hanya dapat memproses perceraian apabila salah satu pihak mengajukan permohonan cerai talak ataupun gugatan cerai
Permohonan Talak atau permohonan cerai talak dan “Gugatan Cerai”
Suatu perceraian harus diputuskan melalui Pengadilan Agama – dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan cerai talak atau gugatan perceraian ( gugat cerai).
Apabila suami yang mengajukan perceraian, maka pengajuan itu dinamakan Permohonan CeraiTalak, Isteri yang mengajukan maka pengajuan itu disebut Gugatan Cerai. Dalam Permohonan Talak, PEMOHON meminta kepada Pengadilan Agama untuk diadakan sidang pembacaan ikrar talak.
Perceraian terjadi apabila kedua belah pihak baik suami maupun istri sudah sama-sama merasakan ketidakcocokan dalam menjalani rumah tangga, perkawinan sering diwarnai pertengkaran terus menerus yand tidak dapat di damaikan, merasa tidak bahagia, ketidaksetiaan pasangan, atau masalah lainnya, Salah satu pihak selingkuh serta ada perbuatan Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan :
- HAK ASUH ANAK ( termasuk dalam gugatan dituliskan atau dimintakan mengenai Pemberian biaya pemeliharaan untuk anak sampai tersebut sampai selesai sekolah dan/atau sampai anak tersebut dewasa dan/ atau menikah diluar pendidikan dan kesehatan yang diberikan langsung kepada Penggugat;
ATAU
Perempuan mempunyai beberapa hak apabila terjadi perceraian
1.hak pemeliharaan dan pengasuhan anak
Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam, pengasuhan anak harus diserahkan kepada pihak ibu
2.nafkah isri
3.hadiah sebagai kenang-kenangan (bagi yang beragama Islam)
4.Nafkah anak
5.harta gono-gini
Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975; Penggugat mohon agar Panitera/sekretaris Pengadilan Agama Tanggerang mengirimkan salinan putusan perkara ini yang tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan............... untuk dilakukan pencatatan pada sebuah buku daftar yang diperuntukkan untuk kepentingan tersebut
Pengadilan Agama maupun di Pengadilan Negeri berikut disampaikan tata cara perceraian sebagaimana diatur dan ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR I TAHUN 1974
- Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
Pasal 14
Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Pasal 16
Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam pasal 14 apabila memang terdapat alasan seperti yang dimaksud dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah ini, dan pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pasal 18
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan didepan sidang Pengadilan.
Pasal 19
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok,
pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selarna 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang syah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f. Antar suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pasal 20
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
(2) Dalam hal kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
(3) Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Pasal 21
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 huruf b, diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampaui 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.
(3) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali kerumah kediaman bersama.
Pasal 22
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 huruf f, diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman tergugat.
(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri itu.
Pasal 23
Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami isteri mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat sebagai dimaksud dalam Pasal 19 huruf c maka untuk rnendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakaan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Pasal 24
(1) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan Penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Pengadilan dapat mengizinkan suami isteri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah.
(2) Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan pengugat atau tergugat, Pengadilan dapat:
· Undang – Undang No. 1 Tahun 1974
BAB VIII
PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA
Pasal 38
Perkawinan dapat putus karena :
a. kematian,
b. perceraian dan
c. atas keputusan Pengadilan.
Pasal 116
· Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
· a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
· b. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alas an yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
· c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
· d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
· e. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
· f. antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
· g. Suami menlanggar taklik talak;
· k. peralihan agama tau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
- Pengadilan Negeri. ( Umat non muslim)